Selasa, 13 Maret 2012

Artikel untuk "INSAN"


SOLIDARITAS : BUKTI ROH CREDIT UNION
Oleh: Bartolomeus Budiman*
Ada beberapa kasus kehidupan di masyarakat umum yang sempat mencuat ke permukaan dan menjadi sorotan public di berbagai media massa. Para pembaca pasti masih ingat. Sebut saja, kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan RS Omni, lalu public bersolider dengan gerakan mengumpulkan koin supaya Prita bisa membayar denda. Kasus terbaru, ‘kasus sandal jepit’ yang kemudian mengundang orang untuk melakukan solidaritas untuk mengumpulkan sandal jepit dan sebagian dipajang di depan ruang sidang pengadilan. Masih banyak kasus lain yang memunculkan aksi solidaritas. Solidaritas hakikatnya merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk social. Melalui solidaritas, orang merasa didukung secara moral, diakui keberadaannya, dan merasa hargai martabatnya sebagai manusia. Sayang, dalam kenyataan di sekitar kita atau yang lebih luas di Negara kita, terkadang solidaritas  itu munculnya terlambat dari yang seharusnya dilakukan.
Ilustrasi di atas diambil dari ranah yang berbeda dari focus bahasan dalam tulisan ini, tetapi substansinya sama yaitu tentang solidaritas. Zaman sekarang ini ada kecenderungan nilai-nilai kebersamaan semakin memudar. Di era tahun 70 – 80-an masih sering kita temukan dalam masyarakat bergotong rotong. Mulai membuat jalan, sumur umum, saluran irigasi, membersihkan got yang semuanya dikerjakan secara bergotong royong. Rasanya hal semacam ini kini jarang kita temui, karena kita sering lebih mempedulikan nilai-nilai individual daripada nilai-nilai kebersamaan. Kita menyadari sesungguhnya manusia adalah makhluk social (homo socius). Setiap manusia hidup dan berkembang dalam kebersamaan dengan orang lain. Bahkan sejak dalam kandungan seorang bayi membutuhkan kasih sayang orang tuanya, perawatan medis, penerimaan orang lain. Dia dapat makan, minum, bergaul, membaca, tumbuh dan berkembang berkat dan bersama orang lain, maka layaklah ada pepatah ‘ no man is an island’, tak seorang pun dapat hidup seorang diri. 
Dalam ulang tahunnya ke-158 Koperasi Kredit Internasional (Credit Union/CU) beberapa tahun lalu (dirayakan setiap Kamis, minggu ketiga bulan Oktober) mengambil tema : “Together we’re better, (Bersama membuat kita lebih baik).

Mari kita tengok apa yang ingin disampaikan dan direnungkan melalui tema ini? Koperasi Kredit berdiri sejak zaman Revolusi Industri, dimana tenaga manusia digantikan dengan mesin. Akibatnya terjadi banyak pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan. Bapak FW Raiffeisen, Walikota Flammerfield, Jerman Barat berusaha membebaskan rakyatnya keluar dari situasi ini.

Pelbagai cara beliau usahakan, dan akhirnya beliau pada kesimpulan bahwa kemiskinan hanya dapat dibebaskan dalam kebersamaan. Kesimpulan inilah sebagai cikal bakal terbentuknya koperasi kredit dengan ketentuan : dari, oleh, dan untuk anggota. Dana dihimpun hanya dari anggota secara swadaya; dikelola oleh anggota secara demokratis; dan pinjaman hanya diperuntukkan bagi anggota.

Dari, oleh, dan untuk anggota inilah yang kemudian oleh para aktivis koperasi kredit dirumuskan dalam tiga pilar koperasi kredit: swadaya, pendidikan, dan solidaritas. Ketiga pilar ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan harus berjalan bersama.

Swadaya

Dana dihimpun hanya dari para anggota. Disarankan koperasi kredit tidak menerima pinjaman dari pihak ketiga (kecuali jaringan SPD/Silang Pinjam Daerah/Puskopdit/ BK3D), apalagi bila pinjaman itu sebagai modal usaha. Dari pengalaman, pinjaman kepada pihak ketiga akan menjadi racun dalam tubuh koperasi kredit tersebut, yang lambat laun akan menghancurkan bahkan mematikan koperasi kredit itu. Rasa memiliki (sense of belonging) harus ditumbuhkembangkan, dengan membuka produk-produk simpanan yang menarik anggota (pemilik koperasi kredit) untuk menabung. Tetapi bantuan dalam bentuk hibah misalnya untuk pembelian kendaraan, pengembangan pendidikan, dan lain-lain dengan senang hati diterima.

Pendidikan

Koperasi kredit ada, dimulai dari pendidikan, berkembang dalam pendidikan, dikontrol melalui pendidikan, dan bergantung pada pendidikan. Pendidikan ini wajib bagi seluruh anggota baik itu pengurus, manajemen, maupun anggota. Dengan pendidikan anggota mengetahui hak dan kewajibannya, dengan demikian dapat mengubah cara berpikir. Tidak ada negara yang maju yang tidak memprioritaskan pendidikan. Misalnya, Malaysia yang dulu mengirim guru-guru dari Indonesia, sekarang lebih maju dari Indonesia. Harus kita sadari pendidikan yang utama untuk mengarahkan koperasi kredit taat berjalan pada rel yaitu anggaran dasar, anggaran rumah tangga, nilai-nilai dan prinsip-prinsip, pola kebijakan dan seterusnya.

Solidaritas

Ada pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’, bila tak sayang maka tidak akan ada kepercayaan dan keterbukaan yang tulus. Dalam koperasi kredit tempat orang saling membagi kepedulian. Anggota menyimpan uangnya dan dipinjam anggota lain yang membutuhkan. Anggota yang menyimpan mendapat deviden, dan anggota yang meminjam dikenakan bunga pinjaman yang layak dan dapat mengembangkan usahanya atau meningkatkan kesejahteraannya.

Kepedulian sosial yang saling mengembangkan diri (mutualisme). Keuntungan yang terjadi dinikmati seluruh anggota (collectively benefit) secara adil, bukan oleh segelintir orang (indidually benefit). Selain itu dalam koperasi kredit dialokasikan dana sosial dari Surplus Hasil Usaha (SHU). Dana tersebut untuk membantu Saudara-saudari kita yang terkena musibah misalnya gempa tsunami, banjir, gunung meletus, dan sebagainya.

Kembali saya menekankan, ketiga pilar koperasi di atas merupakan satu-kesatuan system, tak terpisahkan saling menguatkan. Solidaritas sesungguhnya suatu nilai dasar dari tiga pilar yang menopang kekuatan bangunan koperasi kredit. Salah satu tiang penopangnya timpang maka keseluruhan kemegahan bangunan koperasi kredit akan runtuh tak tahu di mana batu nisannya. Apabila itu terjadi maka ribuan, ratusan, bahkan jutaan orang yang telah menggantungkan hidupnya pada lembaga koperasi kredit akan menjadi yang termiskin dari orang-orang miskin yang ada di planet bumi yang bernama Indonesia.

Sendi-sendi bangunan koperasi kredit harus terus disirami dengan komitmen nyata untuk mengimplementasikan yang namanya solidaritas. Solidaritas itu muncul tidak hanya pada saat-saat krisis atau ketika masih kecil tak berdaya tetapi hendaknya menjadi urat nadi yang terus mendenyut di setiap detak langkah kehidupan gerakan koperasi kredit di mana dan kapan saja kita berada.

Gerakan ini membutuhkan komitmen dan orientasi baru dalam mewujudkan solidaritas atau kesetiakawanan sosial yang saat ini sedang diuji dengan modernisme dan nilai-nilai baru yang hadir. Nilai-nilai itu seperti fanatisme wilayah, ego sektoral dan kentalnya individualistik serta mis-komunikasi antar jaringan yang membuat seolah-olah berjalan di tempat dalam mengembangkan visi dan misi serta komitmen bersama secara nasional.

Tiga pilar yang menjadi jati diri koperasi kredit harus terus didengungkan dan dipraktekkan dengan sungguh-sungguh. Swadaya mengundang semuanya untuk tidak menggantungkan modal kerja dan pengelolaan pada pihak luar meski ada berbagai tawaran ‘modal lunak’ dengan suku bunga paling rendah sekalipun. Pendidikan menjaminkan lembaga ini untuk terus meningkatkan SDM semua komponen baik anggota, pengurus, pengawas, penasihat dan manajemen agar pengelolaan koperasi kredit bisa profesional dan berkelanjutan.

Sementara solidaritas atau kesetiakawanan sosial yang sedang diperbincangkan dalam tulisan ini membantu semua insan koperasi agar tidak melahirkan kesenjangan, tetapi makin adil dan peduli, juga terjadi harmonisasi dan komunikasi yang efektif serta menghargai hak-hak asasi manusia masing-masing anggota.
Berangkat dari dasar pemikiran di atas, KSP Kopdit Mekar Sai, dalam usianya yang ke-19 secara intens mengapresiasi, mengembangkan, bahkan mengimplementasikan nilai-nilai solidaritas itu dalam bentuk produk. Sesungguhnya cikal bakal produk ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu, yang disebut  Solidaritas Duka Anggota (Solduta). Dalam perkembangan berikutnya, Solduta akan berkembang menjadi Solidaritas Umum yang didalamnya mencakup Solduta itu. Pengembangan itu dirasa perlu supaya semakin banyak kebutuhan anggota terpenuhi. 
Membantu dan menolong sesama merupakan bentuk sikap sosial dan solidaritas. Tetapi masalahnya “Bagaimana kita dapat menolong sesama jika diri kita sendiri belum kita tolong?” Salah satu cara untuk dapat menolong diri sendiri adalah dengan menabung, artinya : jika kita dapat menyisihkan sebagian rejeki penghasilan kita untuk ditabung, berarti kita sudah siap menolong diri kita  sendiri untuk memenuhi kebutuhan di hari esok/ masa depan.
Uang yang kita tabungkan tentunya akan diputar oleh Koperasi Kredit dengan cara memberikan pelayanan pinjaman kepada anggota – anggota yang membutuhkan. Dengan demikian sikap menabung kita merupakan juga bentuk sikap sosial dan solidaritas untuk menolong sesama kita. Sikap dasar mau menabung itu harus terus-menerus kita kembangkan.
Selain sikap menabung, meminjam sebagai solusi mengatasi kebutuhan anggota juga perlu diarahkan agar sedapat mungkin diperuntukkan bagi pengembangan produktivitas usaha. Mengarahkan anggota untuk meminjam dengan bijak, berarti  menjauhkannya dari tindakan yang mengakibatkan terjerat utang. Untuk menghindarkan anggota dari jeratan utang itu perlu dibuat produk solidaritas. Perlu dipikirkan oleh pengurus bahwa tidak sedikit anggota yang mengalami kesulitan dalam mengembalikan utang  yang masih ditanggung, sementara kebutuhan baru sudah muncul. Maka harus ada solusi, misalnya ada pinjaman lunak, atau pun pinjaman tanpa bunga. Tentu saja, tidak semua anggota akan mengambil jenis pinjaman ini. Mereka juga akan solider untuk tidak mengambil hak yang memang bukan haknya. Maka diperlukan kriteria atau aturan yang jelas untuk anggota yang akan memanfaatkan  produk ini supaya tidak terjadi salah sasaran atau penyalahgunaan oleh anggota - yang sebenarnya bisa mengambil produk lain yang sesuai dengan tingkat kemampuan membayarnya. 
Persoalan-persoalan itu akan muncul seiring berkembangnya dinamika kebutuhan ekonomi anggota. Maka, produk solidaritas yang akan dikembangkan di koperasi kita ini perlu dikancah lebih mendalam supaya sungguh membawa manfaat. Perlu diingat, koperasi berakar dari solidaritas, tetapi dalam perkembangan berikutnya, tak dapat kita pungkiri adalah badan usaha, di mana keuntungan juga perlu diperhitungkan, kendati tidak harus melenceng ke arah profit oriented. Maka regulasi yang mengaturnya juga perlu dipersiapkan dengan matang.  Maka, anggota hendaknya secara jeli mengawal, mendukung dengan memberi saran dan masukan, mengikuti, dan terus menontrol perkembangan produk ini agar sungguh-sungguh tepat sasaran dan akhirnya mengantar pada tujuan bahwa produk solidaritas ini dapat mengangkat  harkat martabat  anggota menuju kesejahteraan yang ingin dicapai. Sebaliknya pengurus akan intens menyosialisasikan perkembangan produk ini secara berkala jika disepakati bersama dalam RAT ke-19 ini, sehingga pada tahun buku 2012 nanti bisa kita implementasikan produk ini dan kita bisa melihat hasilnya. Maka, mari kita singsingkan lengan baju untuk bahu-membahu membangun solidaritas yang lebih nyata. Mari kita junjung tinggi gerakan membangun kebersamaan, saling percaya yang dilandasi kejujuran, kesetiakawanan sosial atau solidaritas untuk bertumbuh maju memberdayakan anggota dan masyarakat mencapai kesejahteraan lahir dan batin! Saatnya sudah tiba…

*Penulis adalah seorang sekretaris Dewan Pengawas KSP Kopdit Mekar Sai, Jl. H. Juanda No. 16 Bandarlampung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar