Selasa, 30 April 2013

Editorial Jenius Edisi ke-7


KOKOH DI TENGAH-TENGAH PERSIMPANGAN

Hidup di antara dua atau lebih pilihan itu memang sungguh sulit,
namun lebih sulit lagi jika hidup tanpa pilihan apa pun.”


            Judul editorial ini terinspirasi buku “Sang Guru Sang Peziarah” karya A. Mintara Sufianta, SJ. Saya, Anda, dan kita sering berjalan pada persimpangan tempat bertemunya dua atau lebih kepentingan yang sering kali saling bertentangan. Kepentingan antara rumah dan sekolah, kepentingan pribadi dan sosial, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, kepentingan idealism dan realitas yang tidak sesuai, kepentingan ingin memperjuangkan nilai-nilai keutamaan dan lingkungan sekitar yang asal-asalan, kepentingan antara mengikuti hati nurani dan lingkungan yang penuh intrik persaingan tidak sehat, kepentingan penguasa dan yang dikuasai.
           Dilema di antara kepentingan-kepentingan itu semakin terasa. Hidup di antara dua atau lebih pilihan itu memang sungguh sulit, namun lebih sulit lagi jika hidup tanpa pilihan apa pun. Ada orang yang suka memilih jalan yang mudah dan ringan, dan memang ganjarannya mudah dan ringan karena tidak ada makna lebih mendalam yang diperjuangkan dan ingin dicapai.
           Anak-anak zaman sekarang tak terlepas dari dilema ini. Anak-anak yang seharusnya masih dengan ceria-cerianya bertumbuh-kembang membentuk kepribadiannya juga mengalami kebingungan karena berada di antara banyak persimpangan. Mereka mengalami tekanan batin yang berat. Wajar jika sering kita jumpai, anak-anak tidak betah di rumah dan memilih seharian berada di luar rumah. Masih untung kalau berada di lingkungan sekolah atau tempat-tempat lain yang bisa dibilang “aman”. Bagaimana jika memilih tempat sebaliknya?
           Di sinilah letak penting pendidikan karakter itu. Sekolah hendaknya menjadi tempat yang aman, bukan turut andil menambah beban. Menilai kepribadian anak bukan hanya dari kepala (head); melainkan juga dari hati (heart), tangan (hands), dan keseluruhan pribadi anak (whole personality).
           Dalam rangka ikut membentuk karakter anak-anak, maka Jenius secara intens membudayakan kondisi saling menghargai masing-masing pribadi secara utuh. Untuk itu, memberi ruang bagi mereka untuk unjuk diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya mutlak diperlukan.  Sepanjang pengamatan Redaksi, goresan tangan mereka kian menyemarakkan Jenius dari satu edisi ke edisi berikutnya.  Semoga Jenius bisa menjadi wadah untuk membangun kreativitas sekaligus wahana belajar yang memungkinkan pembacanya, terutama anak-anak menemukan diri sebagai pribadi yang berharga di mata-Nya. 


Salam hangat dari Redaksi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar