KOKOH DI TENGAH-TENGAH
PERSIMPANGAN
“Hidup di antara
dua atau lebih pilihan itu memang sungguh sulit,
namun lebih sulit
lagi jika hidup tanpa pilihan apa pun.”
Judul editorial ini terinspirasi buku “Sang Guru Sang
Peziarah” karya A. Mintara Sufianta, SJ. Saya, Anda, dan kita sering berjalan
pada persimpangan tempat bertemunya dua atau lebih kepentingan yang sering kali
saling bertentangan. Kepentingan antara rumah dan sekolah, kepentingan pribadi
dan sosial, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, kepentingan idealism
dan realitas yang tidak sesuai, kepentingan ingin memperjuangkan nilai-nilai
keutamaan dan lingkungan sekitar yang asal-asalan, kepentingan antara mengikuti
hati nurani dan lingkungan yang penuh intrik persaingan tidak sehat,
kepentingan penguasa dan yang dikuasai.
Dilema di antara kepentingan-kepentingan itu semakin terasa.
Hidup di antara dua atau lebih pilihan itu memang sungguh sulit, namun lebih
sulit lagi jika hidup tanpa pilihan apa pun. Ada orang yang suka memilih jalan
yang mudah dan ringan, dan memang ganjarannya mudah dan ringan karena tidak ada
makna lebih mendalam yang diperjuangkan dan ingin dicapai.
Anak-anak zaman sekarang tak terlepas dari dilema ini.
Anak-anak yang seharusnya masih dengan ceria-cerianya bertumbuh-kembang
membentuk kepribadiannya juga mengalami kebingungan karena berada di antara
banyak persimpangan. Mereka mengalami tekanan batin yang berat. Wajar jika
sering kita jumpai, anak-anak tidak betah di rumah dan memilih seharian berada
di luar rumah. Masih untung kalau berada di lingkungan sekolah atau
tempat-tempat lain yang bisa dibilang “aman”. Bagaimana jika memilih tempat
sebaliknya?
Di sinilah letak penting pendidikan karakter itu. Sekolah
hendaknya menjadi tempat yang aman, bukan turut andil menambah beban. Menilai
kepribadian anak bukan hanya dari kepala (head);
melainkan juga dari hati (heart),
tangan (hands), dan keseluruhan
pribadi anak (whole personality).
Dalam rangka ikut membentuk karakter anak-anak, maka Jenius
secara intens membudayakan kondisi saling menghargai masing-masing pribadi
secara utuh. Untuk itu, memberi ruang bagi mereka untuk unjuk diri dengan
segala kelebihan dan kekurangannya mutlak diperlukan. Sepanjang pengamatan Redaksi, goresan tangan
mereka kian menyemarakkan Jenius dari satu edisi ke edisi berikutnya. Semoga Jenius bisa menjadi wadah untuk
membangun kreativitas sekaligus wahana belajar yang memungkinkan pembacanya,
terutama anak-anak menemukan diri sebagai pribadi yang berharga di
mata-Nya.
Salam hangat dari Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar